Beranda Agama Mushola Al-Istiqomah dan “Liburan Tanpa Gedge” Merawat Ruhani Anak di Era Digital

Mushola Al-Istiqomah dan “Liburan Tanpa Gedge” Merawat Ruhani Anak di Era Digital

41
0
BERBAGI
PESANTREN LIBUR SEKOLAH - Terlihat Jun Supriyadi, Ketua Mushola Al-Istiqomah di Komp. Bara Lestasi-2 Keban Agung Tg. Enim, sedang ,memberi arahan pada Pesantren Libur Sekolah, Sabtu, 29 Juni 2025 (Foto.Dok.Redaksi)

 

Jun Supriyadi, Ketua Mushola Al-Istiqomah, Bara Lestari 2, Tg. Enim-Keban Agung, Kab. Muaraenim (Foto.Dok.redaksi)

Tanjung Enim, Inspirasinews.com – Di tengah riuhnya libur sekolah yang biasanya diwarnai dengan deretan game online dan konten TikTok, ada yang berbeda dari Mushola Al-Istiqomah, RT 40 Dusun 5 Desa Keban Agung, Kecamatan Lawang Kidul, Muara Enim. Suasana yang hening dan khusyuk pecah oleh lantunan ayat suci dan canda tawa anak-anak yang larut dalam kegiatan “Pesantren Kilat Liburan Sekolah”.

Sabtu-Ahad, 29–30 Juni 2025 lalu, sebanyak 32 anak dari perumahan relokasi Bara Lestari 2 mengikuti rangkaian kegiatan spiritual bertajuk “Liburan Tanpa Gedge”—plesetan kreatif dari kata “gadget”—yang mengajak anak-anak menjauh sejenak dari layar untuk kembali menyentuh sajadah.

PEMATERI – Tampak dua pemateri, Ustadz Imron Supriyadi, dan Ust. M Kahfi El Hakim sedang memberi materi pada Pesantren Libur Sekolah di Mushola Al-Istiqomah, Komp. Baralestari 2, Keban Agung, Tg. Enim, Muaraenim, Sabtu 29 Juni 2025 (Foto.Dok.Redaksi)

Ketua Pengurus Mushola Al-Istiqomah, Ust. Jun Supriyadi, menyampaikan keprihatinannya terhadap kebiasaan anak-anak zaman kini. “Mereka lebih hafal level game daripada nama nabi. Maka kegiatan ini jadi ikhtiar kami agar libur mereka tak sekadar tentang rebahan dan charger HP.”

Ganti Scroll dengan Sujud
Kegiatan dimulai sejak Sabtu sore. Anak-anak belajar tata cara wudhu dan shalat dengan bimbingan Ustadz M. Kahfi El Hakim, alumni Ma’had Al-Fath, Banyuasin. Mereka tidak hanya mendengarkan teori, tapi langsung praktik satu per satu—dari niat hingga salam.

Malamnya, suasana menjadi lebih teduh. Selepas shalat Isya, Ustadz Imron Supriyadi dari Pondok Pesantren Laa Roiba Muara Enim mengajak anak-anak berdzikir dan merenung. Beliau mendongeng kisah “Gajah dan Bulu Ayam”, sebuah perumpamaan tentang ketidakseimbangan antara ilmu dan iman, yang disampaikan dengan gaya naratif lembut, menyentuh batin para peserta.

Suasana peserta Pesantren Libur Sekolah di Mushola Al-Istiqomah, Komp. Bara Lestari 2 Tg. Enim (Foto.Dok.Redaksi)

“Anak-anak hari ini perlu disuguhkan kisah yang menggugah imajinasi, agar mereka tahu bahwa dunia tidak berhenti di layar enam inci,” ujar Ust. Imron di sela kegiatan. Ia juga menekankan pentingnya pendekatan dakwah kreatif untuk menanamkan nilai, bukan sekadar hafalan.

Ust. Imron, yang juga mantan dosen UIN Raden Fatah Palembang (1998), menyampaikan harapan bahwa Mushola Al-Istiqomah dapat menjadi salah satu titik binaan dalam program Road Show Dakwah PP Laa Roiba yang akan dimulai pertengahan Juli 2025 mendatang. “Insya Allah akan kami masukkan dalam daftar mushola binaan Laa Roiba,” ujarnya, mengenang masa mondoknya di PPMI As-Salaam, Solo.

Bukan Anti Teknologi, Tapi Menyucikan Arah
Panitia dengan bijak tidak melarang penggunaan teknologi. Namun mereka mengajak anak-anak menyelami kehidupan yang lebih luas dari sekadar notifikasi. “Kami ingin mushola jadi rumah yang hangat, bukan hanya ramai saat Ramadhan,” kata Ust. Jun. “Gedge memang bisa menyambungkan dunia, tapi juga bisa memutus rasa.”

Dan benar saja, malam itu Mushola hidup. Anak-anak tidur di atas sajadah, bangun dini hari saling membangunkan untuk tahajud. Suasana penuh kekhidmatan, bahkan sempat tumpah dalam tangis saat Ust. Imron mengajak mereka bermuhasabah di fajar yang sunyi.

Pagi harinya mereka mengikuti senam bersama, kuis Islami, dan pulang membawa hadiah—bukan hanya snack dan buku, tapi kenangan spiritual yang membekas.

Jembatan antara Dunia Nyata dan Maya
Pakar komunikasi publik Dr. Gun Gun Heryanto dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta menggarisbawahi pentingnya jembatan antara dakwah digital dan aktivitas nyata. “Konten ceramah digital tak bisa menggantikan pengalaman ruhani yang dialami secara langsung,” katanya.

Sementara itu, mantan Ketua MUI Pusat, Dr. Syafiq A. Mughni, menegaskan perlunya kegiatan berbasis komunitas sebagai bentuk “counter-balance” terhadap derasnya arus digitalisasi. “Kita tidak bisa menyerahkan anak-anak pada algoritma. Perlu ruang kultural dan spiritual seperti ini,” ujarnya dalam sebuah forum kebudayaan Islam.

Tradisi, Bukan Sekadar Acara
Dengan segala kesederhanaannya, kegiatan ini telah menjelma menjadi ruang hidup dakwah yang menyentuh. Di akhir acara, anak-anak mengemas kembali perlengkapannya—bantal, tikar, dan pakaian ganti. Mereka juga telah belajar adab terhadap orang tua, akhlak di masjid, bahkan membedakan antara ruku dan sujud.

Harapan sederhana terpatri di benak Ust. Jun: “Saya ingin ini bukan cuma liburan, tapi jadi tradisi bulanan. Mushola bukan sekadar bangunan, tapi rumah iman yang terus hidup.”

Hari itu, Mushola kecil berukuran 10 x 10 meter ini menjelma menjadi madrasah kehidupan. Ukurannya mungkin kecil, tapi nilai-nilai yang dipancarkan menjangkau langit. Di sanalah tumbuh benih ketulusan, cinta Al-Qur’an, dan cinta kepada sesama—yang semoga kelak berbuah generasi saleh pembawa cahaya.

📸 Foto: Dok. Mushola Al-Istiqomah
✍️ Teks: Tim Media Al-Istiqomah

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here