Beranda Budaya Babak Baru Teater Batu Hitam, Dulu di Masjid Kini di Pesantren Laa...

Babak Baru Teater Batu Hitam, Dulu di Masjid Kini di Pesantren Laa Roiba

56
0
BERBAGI
PENGARAHAN - Pertemuan Teater Batu Hitam jelang pemilihan ketua. Imron Supriyadi, Pelatih Teater, memberi pengarahan.

Muaraenim, Inspirasinews.com – Di antara waktu-waktu lengang setelah Isya, Masjid Julaibib Pondok Pesantren Laa Roiba di Muaraenim pelan-pelan berubah jadi ruang diskusi.

Bukan tentang tafsir atau kitab klasik, tapi tentang teater. Tepatnya, Teater Batu Hitam, kelompok seni pentas yang sempat fakum selama nyaris dua dekade.

Rabu malam, 23 Juli 2025. Masjid Julaibib tak hanya menjadi tempat sujud, tapi juga panggung awal bagi babak baru ini.

Di ruang sejuk masjid itu, Ustadz Imron Supriyadi, pelatih teater yang juga alumni Teater Aladin IAIN Raden Fatah, membuka forum dengan sederhana namun penuh makna. Ia mengajak para santri berdiskusi, mengenalkan arti organisasi, membahas makna seni, dan memilih pemimpin baru.

Foto Bersama Tim Teater Batu Hitam

“Teater bukan cuma soal panggung dan lakon,” katanya malam itu, “tapi tentang denyut zaman, luka sosial yang diberi suara.”

M Lazirin Terpilih

Maka, sejarah kecil pun terjadi. Muhammad Lazirin Syafa—santri muda yang sebelumnya aktif di pentas “Lentera Gulita” saat Milad ke-6 PP Laa Roiba—terpilih menjadi Ketua Teater Batu Hitam periode 2025–2026.

Ia menang dalam pemilihan yang unik: tiap peserta wajib memilih dua nama, dan tidak boleh memilih dirinya dua kali. Hasilnya, Lazirin memperoleh 6 suara sah, unggul dari Belen Yahya dan Refa Juliansa yang masing-masing memperoleh 5 suara.

Namun bukan hasil akhir yang menarik dari malam itu, melainkan prosesnya.

Lelucon Visi, Serius dalam Asa

Di antara 23 peserta yang hadir, muncul 12 calon ketua. Mereka menyodorkan gagasan-gagasan yang, meski dilontarkan dengan gaya khas santri—serius tapi penuh canda—menyiratkan gairah dan harapan.

“Kalau saya terpilih, saya ingin membawa Teater Batu Hitam keliling dunia,” ujar seorang calon, disambut tawa renyah teman-temannya.

Yang lain bicara tentang mengenalkan pesantren lewat teater. Ada pula yang bermisi mengajak teman-temannya rajin berdoa agar rezeki teater melimpah. Di luar kelucuannya, mereka menggambarkan satu hal: kepercayaan pada seni sebagai alat perubahan.

Ustadz Imron pun memberi penjelasan pelan-pelan. Tentang apa itu organisasi, tentang pentingnya struktur dan arah. Tak ada pemaksaan. Semua lahir dari pemahaman bersama.

Dari forum malam itu pula, ditetapkan tim formatur—kelompok kecil yang akan merancang struktur organisasi dan program kerja. Termasuk menyusun AD/ART, hingga mempersiapkan pelantikan dan agenda pertunjukan selanjutnya.

Batu Hitam, Masjid, dan Sejarah

Teater Batu Hitam bukan kelompok pentas biasa. Ia lahir di Masjid Jamik PTBA Tanjung Enim pada 2005, dari pertemuan ide antara KH Taufik Hidayat—pendiri Pesantren Laa Roiba—dan Ustadz Imron Supriyadi, yang saat itu aktif di Radio Gema Bukit Asam.

Nama “Batu Hitam” sendiri meminjam simbol batu bara—maskot Tanjung Enim—yang pekat, keras, tapi menyimpan bara semangat di dalamnya.

Setelah lama vakum, 2025 menjadi penanda bangkitnya kembali. Kali ini, tak lagi bernaung di Masjid Jamik PTBA, tapi tumbuh di jantung Pesantren Laa Roiba Muaraenim.

“Teater ini bukan hanya ruang ekspresi,” kata Ustadz Imron, “tapi juga ruang pendidikan—bagaimana menyampaikan kritik secara halus, dan belajar menyusun gagasan secara runtut.”

Kini, dengan wajah-wajah baru dan semangat yang terus tumbuh, Teater Batu Hitam mencoba menyusun bab baru.

Bukan hanya menulis naskah atau naik ke panggung, tapi menanamkan gagasan: bahwa seni, di tangan para santri, bisa jadi jalan dakwah yang menyentuh—tanpa harus menggurui.

“Kami tak ingin hanya jadi penonton dunia,” ujar salah satu santri di akhir forum, “kami ingin turut jadi aktor yang menyalakan lentera di tengah gulita.”

teks : tim news laa roiba

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here