Beranda Budaya Inug Dongeng dan Bening, Menanti Negara di Ruang Tunggu Rumah Sakit Mohamamd...

Inug Dongeng dan Bening, Menanti Negara di Ruang Tunggu Rumah Sakit Mohamamd Hoesin Palembang

34
0
BERBAGI
Foto : Inug Dongeng, orang tua dari Bening. (Sumber : Capture FB/Inug Dongeng)

Palembang, Inspirasinews.com – Di balik sunyi langkah seorang gadis remaja bernama Telaga Bening, ada suara yang pelan-pelan mulai menggema: suara seorang ayah yang lelah mencari kejelasan dari sistem yang katanya terintegrasi. Gadis itu tak bisa mendengar dan tak bisa bicara. Tapi ayahnya bisa. Dan hari itu, ia memilih bersuara lewat sebuah surat terbuka.

Namaku Inug, tulisnya. Ia tak meminta perhatian, juga tak bermaksud menyalahkan siapa pun. Ia hanya ayah dari seorang anak berusia 17 tahun yang menyandang disabilitas sejak kecil, dan kini tengah mengalami benjolan di bagian telinga. Sebagai peserta aktif BPJS Kesehatan, ia mengikuti semua prosedur sebagaimana yang diamanatkan oleh sistem.

Bermula dari faskes tingkat pertama di BP MAPOLDA Sumsel, Telaga Bening lalu dirujuk ke RS Bhayangkara. Dari sana, perjalanan rujukan berakhir di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang, rumah sakit rujukan tertinggi di Sumatera Selatan.

Menurut arahan petugas, ia diminta mendaftar melalui aplikasi Mobile JKN. Inug melakukannya dengan patuh. Ia mendapat antrean poli bedah dengan jadwal pukul 19.00 WIB, Selasa 5 Agustus 2025. Ia dan putrinya telah datang sejak pukul 17.00 WIB.

Namun di sana, harapan mulai mengabur.

“Pendaftaran via Mobile JKN sudah tidak berlaku, Pak. Harus datang besok pagi, ambil nomor manual, lalu daftar ulang pakai aplikasi Daftarin,” ujar petugas keamanan, seperti ditirukan Inug.

Tak ada pengumuman resmi. Tak ada spanduk. Tak ada pemberitahuan dari faskes pertama. Sistem telah berubah, tetapi informasi tidak mengalir. Yang tersisa hanya kebingungan, antrean yang tidak diakui, dan seorang anak yang harus kembali menahan sakit.

“Kami kecewa. Kami bingung,” tulisnya.
Suaranya mewakili banyak orang tua yang merawat anak-anak berkebutuhan khusus. Yang hanya ingin diperhatikan, bukan dipersulit.

Inug tidak marah. Tidak mencaci. Ia hanya meminta satu hal: agar sistem yang dibuat untuk melayani rakyat benar-benar hadir untuk rakyat.

“Saya tidak menyalahkan siapa pun. Saya hanya mohon, benahi sistem ini. Jangan biarkan kami, rakyat kecil, bolak-balik karena informasi yang tidak sinkron. Saya hanya ingin anak saya sehat.”

Suratnya sederhana, tapi tajam. Ia menyentil sistem, bukan orang. Ia menggugah empati, bukan emosi. Dalam senyapnya, ia mengajak semua pihak — dari Kementerian Kesehatan, rumah sakit, hingga penyelenggara BPJS — untuk mendengarkan, memperjelas, dan memperbaiki.

Karena bagi rakyat seperti Inug, negara bukan hanya soal protokol dan aplikasi. Negara adalah kehadiran nyata di saat dibutuhkan. Di ruang tunggu rumah sakit. Di depan antrean yang gagal. Di dalam dada seorang ayah yang hanya ingin satu hal: keadilan bagi anaknya.

TEKS : IMRON SUPRIYADI

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here