PALEMBANG, Inspirasinews.com – Di halaman Kantor Gubernur Sumatera Selatan, Minggu 17 Agustus 2025, deru suara orasi bercampur dengan riuh perayaan ulang tahun kemerdekaan.
Namun di balik semangat upacara, Gubernur Herman Deru meluncurkan kebijakan yang lebih terasa di dompet rakyat: program pemutihan pajak kendaraan bermotor selama 80 hari, terhitung sejak hari itu.
“Sumsel berbeda dengan daerah lain. Saat yang lain menaikkan tarif, kita justru memberikan keringanan. Saya ingin setelah hari ini, semua kendaraan di Sumsel tertib administrasi,” kata Herman di hadapan wartawan.
Peraturan Gubernur Nomor 27 Tahun 2025 menjadi dasar program ini. Dengan kebijakan itu, rakyat cukup membayar pajak kendaraan untuk satu tahun saja.
Tunggakan masa lalu, bunga, denda, hingga biaya balik nama kendaraan motor kedua dan seterusnya dihapuskan. Bahkan denda SWDKLJ, sumbangan wajib untuk kecelakaan lalu lintas, juga ditanggalkan.
Politik di Balik Keringanan
Bagi masyarakat, program ini terasa seperti hadiah kemerdekaan. Namun, di balik retorika hadiah, ada logika politik fiskal yang lebih tajam. Pemutihan pajak, sejatinya, bukan hanya kemurahan hati pemerintah, melainkan cara elegan untuk menggenjot pendapatan asli daerah (PAD).
Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Sumsel, Achmad Rizwan, terang-terangan menyebut kebijakan ini sebagai stimulus.
Data terakhir, hingga 15 Agustus 2025, penerimaan pajak kendaraan baru mencapai 57,45 persen. Untuk Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, realisasinya malah lebih rendah, hanya 48,40 persen.
“Pembayaran pajak bisa dilakukan di seluruh layanan, mulai dari Samsat Mall, Samsat Drive Thru, hingga Samsat Desa. Dengan begitu masyarakat bisa mudah mengakses layanan ini,” ujarnya.
Inspirasinews.com mencatat, strategi semacam ini bukan barang baru. Pemutihan pajak sudah berulang kali dipakai sebagai alat menggenjot kas daerah. Bedanya, kali ini Sumsel menempelkannya pada simbol 80 tahun Indonesia merdeka, sehingga ia berkelindan dengan nuansa nasionalisme.
Hologram dan Tertib yang Dijanjikan
Ada ancaman halus yang mengiringi kado ini. Herman menegaskan, setelah masa pemutihan berakhir, polisi dan aparat terkait akan melakukan penertiban lebih ketat. Hologram khusus akan ditempelkan pada kendaraan yang patuh pajak. Maka, mereka yang tak sempat memanfaatkan keringanan ini, siap-siap berhadapan dengan operasi jalanan.
Retorika hadiah dan ancaman ini ibarat dua sisi mata uang. Pemerintah memberi gula, sekaligus menyiapkan cambuk.
Di Antara Rakyat dan Kas Daerah
Bagi warga kecil yang selama ini menunggak pajak motor karena sulit membayar, program ini tentu melegakan. Beban denda yang menumpuk bisa lenyap. Tetapi bagi pemerintah daerah, ini adalah perjudian. Bila warga berbondong-bondong memanfaatkan kesempatan, kas daerah akan terisi. Jika tidak, Sumsel tetap akan menghadapi masalah klasik: penerimaan pajak yang tak pernah sesuai target.
Pemutihan pajak kali ini bisa jadi momentum, atau sekadar siklus musiman: rakyat menunggu pemutihan, lalu malas membayar rutin, berharap ada pemutihan lagi di masa depan.
Pertanyaan yang Menggantung
Di ruang publik, kebijakan ini menuai dua tafsir. Sebagian melihatnya sebagai kepedulian pemerintah terhadap rakyat, sebagian lagi membacanya sebagai langkah pragmatis: menutup defisit PAD dengan cara instan.
Sementara itu, di jalan-jalan Palembang, para pemilik motor tua berbaris di Samsat Drive Thru. Mereka tersenyum lega setelah mendapat stempel bebas tunggakan.
Seorang pedagang bakso di Sekip Ujung berujar, “Alhamdulillah, motor saya aman lagi. Tapi ya… kalau nanti ditertibkan, mudah-mudahan nggak ribet,” harapnya.
TEKS : AHMAD MAULANA | EDITOR : IMRON SUPRIYADI