Beranda Nasional Jejak Awal Praja Sumsel: Dari Pelukan Orang Tua ke Gerbang Pengabdian

Jejak Awal Praja Sumsel: Dari Pelukan Orang Tua ke Gerbang Pengabdian

41
0
BERBAGI
Dalam suasana hening yang diiringi pembacaan doa bersama oleh perwakilan orang tua praja mereka diajak merenungi dan mensyukuri segala pencapaian yang telah dilalui, mulai dari berbagai ujian hingga tes seleksi yang ketat.

Jatinangor, Sumedang | Inspirasinews.com – Matahari baru naik sepenggalah di kaki Gunung Manglayang. Namun panasnya tak mampu memudarkan semangat 33 anak muda Sumatera Selatan yang pagi itu, Selasa (23/9/2025), menapak jalan menuju gerbang pengabdian.

Dengan wajah tegang bercampur haru, mereka resmi memasuki kampus Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Jatinangor — titik awal perjalanan empat tahun penuh tantangan untuk menjadi abdi negara.

Sejak pagi, halaman Hotel Puri Khatulistiwa riuh oleh pelukan, lambaian tangan, dan kilatan kamera. Para orang tua, kakak, dan adik datang dari berbagai penjuru Sumsel untuk menghantarkan putra-putri mereka.

Ada yang menitikkan air mata, ada yang tersenyum sambil merekam setiap langkah. 130 meter jarak menuju gerbang kampus itu seperti lorong waktu: meninggalkan masa remaja menuju dunia disiplin, pengabdian, dan pendidikan.

Bhineka Nara Eka Bhakti: Semangat Satu Pengabdian

Plt. Asisten Pemerintahan dan Kesra Provinsi Sumsel, Dr. Drs. Sunarto, M.Si., memimpin langsung pelepasan dengan semboyan IPDN “Bhineka Nara Eka Bhakti”. “Walau berbeda-beda, tetap satu pengabdian,” katanya.

Suaranya menggelegar lembut, penuh doa sekaligus pesan. “Kalian datang ke sini karena telah memilih IPDN. Maka tunjukkan semangat hingga akhir, sampai dilantik menjadi Praja Utama dan ASN yang mengabdi pada bangsa.”

Pesan itu sederhana, namun penuh makna. Di tengah hiruk-pikuk generasi muda yang sering gamang, 33 calon praja Sumsel ini memilih jalan yang berbeda: jalan pengabdian yang disiplin.

Satu tahun pendidikan dasar dan disiplin, lalu tiga tahun akademik — mereka akan ditempa bukan hanya ilmu pemerintahan, tetapi juga karakter dan integritas.

Doa Bersama dan Air Mata Harapan

Setelah sambutan, hening pun menyelimuti. Para calon praja menundukkan kepala, mengingat perjalanan seleksi yang penuh tantangan. Orang tua berbaris di belakang, memimpin doa dengan suara bergetar.

Beberapa tangan terangkat tinggi, memohon agar anak-anak mereka diberi kekuatan.

Di situ, di bawah langit Jatinangor, tumbuh kesadaran baru: bahwa pendidikan bukan sekadar gelar, melainkan jalan pengabdian.

“Ini seperti mimpi. Dulu kami hanya bisa berharap, kini anak kami benar-benar menjadi calon Praja IPDN,” ujar seorang ibu dari Lahat dengan mata berkaca-kaca. Momentum itu bukan hanya seremoni, melainkan penyerahan diri anak-anak mereka ke jalan perjuangan.

Pelajaran Pertama Kedisiplinan

Memasuki gerbang IPDN, calon praja diarahkan melewati meja-meja registrasi: pengecekan identitas, pembagian kartu kendali, serah terima BKD Provinsi, pemeriksaan barang bawaan, pemilihan program studi, pengukuran baju dinas, hingga menerima kaporlap dan nama wisma. Setiap tahap terasa seperti latihan kecil menjadi aparatur: teliti, tertib, dan bertanggung jawab.

Proses ini, bagi pembaca awam, mungkin terlihat administratif. Namun bagi calon praja, inilah pelajaran pertama tentang birokrasi yang mereka kelak kelola. Mereka belajar, bahkan sebelum kuliah dimulai, bahwa disiplin adalah pondasi pelayanan publik.

Atmosfer Kampus yang Menyala Semangat

Kampus IPDN Jatinangor berdiri di lembah hijau dengan bangunan khas Nusantara.

Masuk ke dalamnya terasa memasuki dunia baru: kombinasi antara pendidikan sipil dan ketegasan disiplin.

“Dari Pelukan Orang Tua ke Gerbang Pengabdian: 33 Praja Muda Sumsel Memulai Jalan Hidup Baru.”

Para pengasuh berpesan: “IPDN bukan sekadar tempat belajar, tapi kawah candradimuka untuk calon pemimpin daerah. Kalian akan ditempa bukan hanya untuk cerdas, tetapi juga untuk tangguh dan berjiwa melayani.”

Inspirasi dari 33 Wajah Muda

Ke-33 calon praja asal Sumsel ini bukan sekadar statistik penerimaan. Mereka simbol semangat baru: anak-anak daerah yang berani bermimpi melampaui batas geografis, berani menempuh pendidikan keras demi kelak melayani masyarakat. Harapan orang tua dan daerah melekat pada pundak mereka.

“Semoga mereka kuat dan tahan uji. Jalan ini berat, tetapi mulia,” kata Hj. Siti, ibu calon praja dari Muara Enim sambil melambaikan tangan terakhir kali.

Menumbuhkan Generasi Abdi Negara

Bagi Majalah Inspirasi, kisah ini bukan hanya berita, tetapi cermin nilai yang lebih luas: pendidikan, pengorbanan, dan pengabdian.

Dari terik matahari Jatinangor hingga doa orang tua, semua itu mengingatkan kita bahwa generasi baru birokrat lahir bukan dari kemudahan, tetapi dari disiplin, integritas, dan cinta tanah air.

Dari Sumsel ke Manglayang, dari pelukan orang tua ke barisan tegap calon praja, inilah perjalanan inspiratif yang suatu saat akan berbuah layanan publik yang lebih baik. Sebuah awal baru, sebuah langkah kecil yang kelak menjadi besar bagi bangsa.

TEKS / FOTO : RELEASE   |  EDITOR : IMRON SUPRIYADI

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here