
OKI, Inspirasinews.com- Di sebuah rumah sederhana di Desa Ulak Depati, Kecamatan Pampangan, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan, ada sebuah kisah yang menggetarkan hati.
Ruqhayah Ibnu Khumairah, balita berusia empat tahun, tengah melawan kondisi medis langka yang sudah ia bawa sejak lahir: atresia ani, keadaan di mana bayi terlahir tanpa lubang anus.
Sejak lahir, Ruqhayah baru sekali menjalani operasi. Namun itu belum cukup. Dokter masih harus memperbaiki saluran pencernaannya agar fungsi tubuhnya normal.
Ibunya telah lama meninggal dunia, sementara ayahnya, Rico (27), bekerja serabutan sebagai buruh bangunan. Bersama nenek yang mengalami kelumpuhan, mereka bertiga hidup dalam keterbatasan ekonomi.
Pengobatan Ruqhayah nyaris berhenti di tengah jalan. Namun, secercah cahaya datang ketika Bupati OKI Muchendi Mahzareki SE mendatangi rumah mereka pada Jumat (26/9/2025). Kehadiran pemimpin daerah itu membawa angin segar dan sebuah janji: Ruqhayah akan mendapatkan perawatan medis optimal hingga pulih.
Ketika Pemimpin Turun Tangan
Dalam kunjungan yang penuh haru itu, Bupati Muchendi menyaksikan langsung kondisi Ruqhayah. Ia tak hanya datang untuk melihat, tapi juga memastikan langkah-langkah konkret untuk pengobatan.
“Yang penting ananda mendapatkan perawatan medis yang optimal hingga pulih sepenuhnya. Kami akan memantau proses pengobatan, termasuk operasi lanjutan,” ucap Bupati Muchendi penuh empati.
Keesokan harinya, Sabtu (27/9/2025), Ruqhayah dirujuk ke Rumah Sakit Bunda Palembang, sebelum akhirnya akan diteruskan ke Rumah Sakit Mohammad Hoesin (RSMH) Palembang untuk menjalani operasi kolostomi—prosedur pembuatan lubang di dinding perut guna mengalirkan kotoran, tahap awal sebelum operasi rekonstruksi saluran pencernaan.
Mengenal Lebih Dekat Kondisi Langka Ini
Atresia ani adalah kelainan bawaan yang jarang ditemui, namun dampaknya sangat serius. Tanpa penanganan tepat, anak akan mengalami gangguan tumbuh kembang, infeksi, hingga risiko kematian. Proses medisnya sering panjang: kolostomi sebagai langkah awal, lalu rekonstruksi saluran pencernaan.
Kisah Ruqhayah membuka mata kita bahwa penyakit langka tidak hanya membutuhkan tenaga medis ahli, tetapi juga jaringan sosial yang kuat—dari pemerintah, masyarakat, hingga media.
Sinergi Pemerintah Daerah dan Tenaga Medis
Tak berhenti pada kunjungan Bupati, Dinas Kesehatan OKI bergerak cepat. Kepala Dinas Kesehatan OKI, H. Iwan Setiawan, menegaskan bahwa pendampingan penuh akan diberikan.
“Kami sudah berkoordinasi dengan rumah sakit rujukan. Tim pendamping dari Dinkes akan terus memantau kondisi medis dan membantu keluarga selama proses pengobatan berlangsung,” jelasnya.
Selain bantuan medis, Dinas Sosial OKI turut menyalurkan bantuan disabilitas tahun 2025 berupa kursi roda anak, sembako, serta perlengkapan tidur.
Sang nenek Ruqhayah pun tercatat sebagai penerima Program Keluarga Harapan (PKH) Lansia. Ini bukti bahwa pemerintah hadir, bukan hanya di rumah sakit, tetapi sampai ke rumah-rumah warga.
Dari Putus Asa ke Cahaya Baru
Bagi Rico, ayah Ruqhayah, kunjungan itu seperti jawaban doa panjang. Bantuan yang datang tiba-tiba membuatnya kembali punya harapan untuk masa depan anaknya.
“Saya tidak tahu harus berkata apa selain terima kasih. Bapak Bupati datang langsung ke rumah kami, dan sekarang anak saya bisa dioperasi. Ini pertolongan besar bagi kami,” ungkap Rico dengan mata berkaca-kaca.
Pelajaran dari Kisah Ruqhayah
Cerita Ruqhayah bukan sekadar kisah sedih. Ini adalah cermin bagaimana kepedulian kolektif dapat mengubah nasib. Di dunia kesehatan masyarakat, keberhasilan penanganan kasus seperti ini adalah hasil kerja sama lintas sektor: pemerintah, tenaga medis, lembaga sosial, dan dukungan masyarakat.
Kisah ini juga mengajarkan pentingnya akses kesehatan yang inklusif, terutama bagi keluarga miskin dan penyandang disabilitas. Harapan hanya bisa bertumbuh bila sistem kesehatan responsif dan pemimpin daerah memiliki empati tinggi.
Inspirasi Bagi Kita Semua
Bagi pembaca Majalah Inspirasi Kesehatan, kisah Ruqhayah adalah pengingat: di balik istilah medis yang rumit, selalu ada wajah-wajah kecil yang berharap. Di balik kebijakan publik, selalu ada keluarga yang berjuang.
Perjalanan Ruqhayah memang belum selesai. Tapi langkah penting sudah diambil. Dukungan pemerintah daerah, tenaga kesehatan, dan masyarakat membuktikan bahwa ketika kepedulian hadir, harapan bisa tumbuh kembali, bahkan di tengah keterbatasan.
menghadirkan dimensi kemanusiaan
Di saat isu kesehatan sering hanya jadi angka statistik, kisah Ruqhayah menghadirkan dimensi kemanusiaan yang nyata. Ia bukan sekadar “pasien”, melainkan anak bangsa yang berhak hidup sehat. Kisah ini mengajak kita untuk melihat kesehatan bukan hanya dari sisi medis, tapi juga nilai-nilai kemanusiaan, solidaritas, dan empati sosial.
Karena di dunia kesehatan, keajaiban tak selalu datang dari obat atau operasi, tetapi dari kepedulian yang tulus.
TEKS : AHMAD MAULANA | EDITOR : IMRON SUPRIYADI