Ogan Ilir, Inspirasinews.com — Kobaran api kembali menghanguskan lahan di Kabupaten Ogan Ilir, Sumatera Selatan, Selasa (1/7/2025). Kali ini, dua desa terdampak cukup serius: Desa Ulak Petangisan, Kecamatan Pemulutan Barat, dan Desa Sungai Rambutan, Kecamatan Indralaya Utara.
Petugas gabungan dari Manggala Agni, TNI, Polri, hingga Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dikerahkan untuk memadamkan api yang menyebar cepat akibat kondisi vegetasi kering dan angin yang bertiup kencang. Titik awal api disebut-sebut berasal dari semak belukar yang terbakar di tepi lahan persawahan.
“Ya, benar terjadi kebakaran lahan. Tiga titik api telah terpantau, dua berhasil dipadamkan, satu titik masih dalam proses hingga petang tadi,” ujar Ferdian Krisnanto, Kepala Balai Pengendalian Kebakaran Hutan Kementerian Kehutanan kepada awak media di Ogan Ilir.
Ferdian menegaskan bahwa tim Satgas Karhutla tengah melakukan pemadaman intensif. Ia mengklaim tidak ada kendala dalam suplai air, namun kondisi cuaca dan kekeringan lahan menjadi tantangan utama. “Tim kami bekerja cepat agar api tak meluas ke kawasan yang lebih luas, termasuk permukiman dan area vital lainnya,” jelasnya.
Sementara itu, Kepala BPBD Ogan Ilir, Edi Rahmat, mengonfirmasi bahwa penyekatan api menjadi prioritas utama. “Kami melakukan pembagian sektor di lapangan untuk memastikan api tidak menjalar ke fasilitas umum dan wilayah pemukiman,” tegasnya.
Namun, hingga laporan ini diturunkan, belum ada data resmi mengenai luas lahan yang terbakar, siapa pemiliknya, serta klasifikasi lahan (lahan warga, konsesi perusahaan, atau lahan negara). Informasi ini penting untuk mengurai potensi pelanggaran dan menelusuri apakah ada unsur kelalaian atau pembakaran disengaja.
Polanya Berulang
Kebakaran lahan bukan hal baru di wilayah ini. Dalam rentang lima tahun terakhir, Sumatera Selatan kerap mencatat kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di berbagai kabupaten, termasuk Ogan Ilir. Polanya berulang: lahan terbakar, petugas dikerahkan, dan kemudian hilang dari pemberitaan tanpa penindakan yang berarti.
Meski Presiden Joko Widodo pernah menegaskan larangan pembakaran lahan dan menuntut pertanggungjawaban kepala daerah, implementasinya di lapangan masih lemah. Tak jarang, aparat hanya fokus pada pemadaman tanpa menyentuh akar masalah: perizinan lahan yang longgar, lemahnya pengawasan, hingga dugaan praktik pembakaran untuk membuka lahan cepat.
“Perlu ada audit menyeluruh. Siapa pemilik lahan? Apakah ini konsesi? Jika iya, mengapa terbakar?” ujar seorang aktivis lingkungan yang tak mau disebutkan namanya. Ia mendesak pemerintah daerah lebih transparan terkait data kebakaran dan mengedepankan penegakan hukum.
Asap dan Bahaya Kesehatan
Tak hanya lahan yang terbakar, kebakaran juga berpotensi menimbulkan krisis kesehatan masyarakat akibat paparan asap. Anak-anak, lansia, dan warga dengan gangguan pernapasan menjadi kelompok paling rentan. Pemerintah daerah diminta segera mengantisipasi dampak lanjutan, seperti gangguan sekolah, distribusi masker, dan pemeriksaan kesehatan gratis.
Hingga kini, belum ada keterangan resmi dari Dinas Kesehatan Ogan Ilir mengenai tingkat paparan udara maupun dampak langsung terhadap masyarakat. Namun, sejumlah warga di sekitar lokasi kebakaran mengaku mulai mengalami batuk dan sesak.
“Sejak kemarin sore asap mulai terasa. Anak saya batuk-batuk terus, padahal belum musim hujan,” kata Hartini, warga Desa Sungai Rambutan.
Penegakan Hukum Diuji
Kebakaran lahan ini akan menjadi ujian bagi aparat penegak hukum dan pemerintah daerah dalam menjalankan komitmen pencegahan karhutla. UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup secara tegas menyebutkan larangan pembakaran lahan, baik secara sengaja maupun lalai. Sanksinya pun tidak ringan: pidana hingga denda miliaran rupiah.
Namun, fakta di lapangan menunjukkan bahwa sanksi jarang dijatuhkan kepada aktor utama. Kalaupun ada, biasanya hanya menyentuh warga kecil tanpa menyentuh korporasi yang menikmati hasil dari pembukaan lahan.
Bongkar Akar Masalah
Kebakaran di Ogan Ilir mestinya tak hanya direspons dengan water canon dan tangki pemadam. Perlu langkah hukum, audit kebijakan, dan keberanian membongkar rantai perizinan dan konflik lahan yang kerap disembunyikan. Bila tidak, musim kering akan selalu disambut dengan sirine, bukan hujan.
TEKS : A. MAULANA | EDIT : IMRON SUPRIYADI