Beranda Agama Menyemai Karakter di Panggung Seni Pesantren : HSN 2025 PCNU Muaraenim

Menyemai Karakter di Panggung Seni Pesantren : HSN 2025 PCNU Muaraenim

86
0
BERBAGI
Ketua PCNU Kabupaten Muara Enim, H. Ahmad Mujtaba, S.E., S.Th.I, menyampaikan kata sambutan

HSN 2025 di Muara Enim Gelar Lomba Seni Islam : Syarofal Anam dan Hadroh 

MUARAENIM | inspirasinews.com – Minggu pagi, 19 Oktober 2025, Lapangan belakang Masjid Agung Muara Enim berubah menjadi lautan semangat. Ribuan santri dan generasi muda berkumpul, menanti detik-detik pembukaan rangkaian Hari Santri Nasional (HSN) ke-11.

Suasana itu bukan sekadar hiruk-pikuk lomba; ia adalah perayaan warisan budaya, pendidikan karakter, dan spiritualitas yang terpatri di pesantren-pesantren Muara Enim.

Di tengah gemuruh peserta, Ketua PCNU Kabupaten Muara Enim, H. Ahmad Mujtaba, S.E., S.Th.I, atau akrab disapa Gus Amu, naik ke panggung. Dengan tutur yang lembut tapi tegas, ia membuka lomba Syarofal Anam dan Hadroh, dua seni tradisional Islam yang kini menjadi medium pendidikan karakter bagi santri.

“Melalui lomba ini, santri belajar lebih dari sekadar menampilkan kemampuan seni,” ujarnya.

Bagi Gus Amu, putra KH Dainawi Gerentam Bumi, Pimpinan Pondok Pesantren Al Haromain Semendo, lomba ini bukan sekadar kompetisi.

Disiplin, kerja sama, kesabaran, dan rasa tanggung jawab adalah inti yang ingin ditanamkan melalui setiap bait lagu Hadroh dan setiap syair Syarofal Anam.

“Ini pendidikan karakter yang tak bisa ditemukan hanya di bangku sekolah. Praktik langsung di pesantren dan kegiatan seni adalah laboratorium kehidupan bagi santri,” tambahnya.

Nilai Lokalitas dan Spirit Pesantren

Lebih dari itu, Gus Amu menekankan nilai lokalitas yang kuat dari kedua seni ini. Ia melihat Syarofal Anam dan Hadroh sebagai jembatan antara generasi muda dengan akar keagamaan dan kearifan lokal.

“Dengan lomba ini, kita melestarikan tradisi pesantren sekaligus menumbuhkan rasa bangga generasi muda terhadap warisan budaya Islam di daerah kita,” jelasnya.

Ia pun mengingatkan tantangan yang menghadang seni tradisional di era modern. Di tengah derasnya arus musik dan budaya populer, Hadroh dan Syarofal Anam tetap relevan sebagai media edukasi, penguat moral, dan dakwah.

Generasi muda, kata Gus Amu, perlu ruang untuk belajar dan mengapresiasi seni Islami agar nilai-nilai luhur tetap hidup.

Tidak sekadar panggung seni, lomba ini juga menjadi wadah pemberdayaan seniman lokal.

Pembina dan seniman dapat menyalurkan kreativitas, membina generasi muda, dan memperkenalkan seni Islam kepada publik lebih luas.

Dukungan Pemda dan Aspirasi Seniman

Menyemangati kegiatan ini, Staf Ahli Bupati Muara Enim, Juli Jumantun Nuri, hadir memberikan apresiasi. Ia menegaskan, pemerintah daerah mendukung pelestarian seni Islam sekaligus pendidikan karakter bagi generasi muda.

“Kegiatan ini menunjukkan kepedulian pesantren dan masyarakat terhadap budaya lokal sekaligus menumbuhkan karakter santri yang religius dan berakhlak mulia,” ujarnya.

Lebih lanjut, Juli Jumantun Nuri menekankan pentingnya aspirasi seniman dan pembina santri menjadi perhatian serius pemerintah.

Usulan agar lomba-lomba seni tradisional masuk dalam APBD daerah disambut baik, agar generasi muda terus mengenal, mencintai, dan mengembangkan Syarofal Anam dan Hadroh.

Di sisi lain, H. Jumali, S.Ag, seniman senior sekaligus dewan juri, menyoroti ketidakmerataan alokasi dana kesenian.

Selama ini, APBD Kabupaten Muara Enim baru mendukung Qasidah Rebana, sementara Syarofal Anam dan Hadroh masih membutuhkan perhatian lebih.

Seruan ini disambut tepuk tangan hangat peserta dan juri lainnya, termasuk Kiai Abdul Madjid, pegiat kaligrafi dan musik gambus.

Lebih dari Sekadar Juara

Ketika panggung mulai menampilkan peserta dari berbagai lembaga, jelas terasa bahwa HSN 2025 di Muara Enim bukan sekadar lomba.

Setiap suara, setiap gerakan, dan setiap nada Hadroh dan Syarofal Anam adalah upaya meneguhkan iman, menumbuhkan karakter mulia, dan melestarikan budaya Islam.

Di akhir hari itu, lapangan belakang Masjid Agung Muara Enim tidak hanya menjadi arena kompetisi.

Ia menjadi simbol pendidikan karakter, pelestarian budaya, dan pemberdayaan generasi muda melalui seni pesantren. Seperti yang disampaikan Gus Amu, panggung ini adalah laboratorium kehidupan, di mana seni Islam menumbuhkan kecerdasan spiritual dan moral di setiap hati yang hadir.

Teks : Ahmad Maulana   | Editor : Imron Supriyadi  | Foto : Dok. KS/im

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here