Beranda Agama Transparansi yang Merangkul Semua: Publikasi Kinerja sebagai Dakwah Pencerahan

Transparansi yang Merangkul Semua: Publikasi Kinerja sebagai Dakwah Pencerahan

32
0
BERBAGI
Kementerian Agama (Kemenag) Provinsi Sumatera Selatan menggelar workshop strategis untuk memperkuat publikasi capaian dan kinerja institusi di Aula Kanwil, Rabu (24/09/2025).
Oleh Dr. H. Syafitri Irwan, S.Ag., M.Pd.I, Kakanwil Kemenag Sumsel,

Di tengah derasnya arus informasi, yang beiring pula arus mis-informasi, publikasi kinerja pemerintah tidak lagi dapat dipandang sebagai formalitas administratif. Ia adalah bagian dari amanah pelayanan publik, bagian dari dakwah kebangsaan — bagaimana pemerintah hadir memberi keteladanan dalam kejujuran, keterbukaan, dan kepedulian.

Kementerian Agama bukan hanya institusi birokrasi. Ia adalah lembaga pengemban amanah moral. Maka setiap langkahnya harus berorientasi pada pencerahan, bukan sekadar pelaporan.

Dalam konteks inilah, kegiatan Workshop Penguatan Publikasi Capaian dan Kinerja Kemenag Sumsel, yang diselenggarakan pada 24 September 2025, menjadi tonggak penting. Tidak sekadar forum pelatihan, tetapi ruang pembelajaran spiritual dan sosial — tentang bagaimana kinerja bisa menjadi ibadah, dan transparansi menjadi bahasa dakwah.

Publikasi sebagai Amanah, Bukan Formalitas

Sering kali publikasi dianggap sekadar kewajiban administratif: membuat rilis, mengunggah di media sosial, atau menyusun laporan tahunan. Padahal, esensi publikasi kinerja adalah amanah informasi publik.

Publik berhak tahu apa yang telah, sedang, dan akan dilakukan oleh lembaga negara — bukan untuk sekadar tahu, tetapi agar tumbuh kepercayaan dan partisipasi.

Sebagaimana ditegaskan oleh Kabag TU, H. Taufiq, publikasi bukan sekadar soal data, tetapi tanggung jawab membangun kepercayaan.
Keterbukaan informasi menjadi pondasi akuntabilitas moral. Karena pada hakikatnya, publikasi kinerja bukan soal menunjukkan keberhasilan, tetapi menunjukkan kejujuran dalam berproses.

Kemenag Sumsel sadar bahwa di era digital, transparansi bukan lagi pilihan — ia adalah kebutuhan moral. Dengan membuka data, menjelaskan capaian, serta mengakui keterbatasan, Kemenag sesungguhnya sedang mengajarkan nilai Qur’ani: bahwa kebenaran tidak boleh disembunyikan.

Sebagaimana firman Allah SWT:

وَلَا تَكْتُمُوا الشَّهَادَةَ ۚ وَمَن يَكْتُمْهَا فَإِنَّهُ آثِمٌ قَلْبُهُ

“Janganlah kamu menyembunyikan kesaksian; barang siapa menyembunyikannya, maka sesungguhnya hatinya berdosa.” (QS. Al-Baqarah: 283)

Dalam konteks kelembagaan, kesaksian itu adalah laporan kinerja. Maka menyampaikan capaian secara jujur adalah bagian dari ibadah, bukan sekadar tugas birokrasi.

Bahasa Isyarat: Simbol Iman yang Inklusif

Salah satu aspek paling istimewa dalam workshop kali ini adalah kehadiran juru bahasa isyarat. Sebuah langkah kecil, tapi sarat makna besar.

Kita sering berbicara tentang kerukunan umat, toleransi antaragama, dan moderasi beragama — tetapi bagaimana dengan kerukunan antarmanusia, termasuk mereka yang hidup dengan keterbatasan pendengaran?

Ketika Kemenag Sumsel menghadirkan juru bahasa isyarat dalam kegiatan internalnya, itu bukan sekadar pemenuhan regulasi. Itu adalah perwujudan nilai keadilan sosial dalam Al-Qur’an.

Itu adalah bahasa kasih — ketika lembaga agama menegaskan bahwa tidak ada satu pun warga bangsa yang boleh tertinggal dari informasi, bahkan dalam ruang birokrasi.

Karena agama bukan hanya tentang apa yang kita ucapkan, tapi bagaimana kita mendengar. Dan menghadirkan juru bahasa isyarat berarti kita mau mendengar mereka yang tak bersuara.

Maka, langkah ini adalah tafsir modern dari sabda Nabi ﷺ:

مَنْ لَا يَرْحَمْ لَا يُرْحَمْ

“Barang siapa tidak menyayangi, maka tidak akan disayangi.” (HR. Bukhari dan muslim)

Inklusivitas bukan slogan. Ia adalah amal nyata dari rasa kasih.
Dengan menggandeng juru bahasa isyarat, Kemenag Sumsel tidak hanya transparan kepada publik, tapi juga empatik kepada kemanusiaan.

Publikasi sebagai Dakwah Digital

Dalam era digital, publikasi kinerja bukan hanya berfungsi sebagai pelaporan, tetapi juga dakwah digital.

Setiap unggahan berita Kemenag di media sosial, setiap video dokumentasi kegiatan, setiap tulisan humas di portal resmi — sejatinya adalah narasi dakwah yang mencerahkan umat.

Bahwa agama itu hidup, hadir, dan berdaya dalam ruang publik.

Namun, dakwah digital tidak cukup hanya dengan retorika religius. Ia harus dibangun dengan integritas data, akurasi informasi, dan kesantunan komunikasi. Karena itu, workshop ini membekali peserta dengan teknik publikasi yang informatif dan inspiratif.

Kita tidak sedang melatih “tukang rilis”, tapi juru dakwah digital — mereka yang menulis dengan nilai, memotret dengan nurani, dan berbicara dengan etika.

Inilah wajah baru birokrasi keagamaan: profesional, komunikatif, dan berkarakter.

Output dan Outcome: Dari Pelatihan ke Pencerahan

Kegiatan ini menghasilkan dua hal penting: output yang konkret dan outcome yang berdampak jangka panjang.

1. Output (hasil langsung)

  • Terbentuknya tim publikasi Kemenag Sumsel yang memiliki keterampilan teknis dalam menyusun rilis, konten visual, dan publikasi daring.
  • Tersusunnya panduan komunikasi publik berbasis SE Sekjen Nomor 29 Tahun 2025 sebagai acuan kerja bersama.
  • Meningkatnya kemampuan ASN Kemenag dalam menyajikan data capaian dengan pendekatan inklusif, termasuk penggunaan bahasa isyarat.

2. Outcome (dampak jangka panjang)

  • Terbangunnya budaya transparansi dan akuntabilitas publik yang menjadi bagian dari karakter ASN Kemenag.
  • Meningkatnya kepercayaan masyarakat terhadap lembaga keagamaan negara karena publikasi yang terbuka, jujur, dan empatik.
  • Tumbuhnya kesadaran bahwa publikasi adalah bagian dari pelayanan umat, bukan sekadar administrasi.
  • Terwujudnya komunikasi publik yang inklusif sebagai bentuk moderasi beragama: menghargai keberagaman, mendengar yang lemah, dan meneguhkan rasa keadilan sosial.

Pencerahan Umat Melalui Keterbukaan

Kementerian Agama memiliki tugas pokok dan fungsi yang luas: pelayanan, pembinaan, dan pemberdayaan umat beragama.
Tetapi di atas semua itu, ada satu fungsi mendasar yang sering terlupakan — fungsi pencerahan.

Kemenag bukan hanya pelaksana kebijakan, melainkan pengemban nilai. Dan nilai itu harus dikomunikasikan secara cerdas, beretika, dan terbuka.

Publikasi kinerja yang baik bukan sekadar laporan kepada atasan, melainkan pembelajaran bagi umat. Ketika masyarakat membaca bahwa

Kemenag menjalankan program moderasi beragama, meningkatkan kualitas guru madrasah, atau mendampingi penyuluh agama — mereka tidak hanya mengetahui, tapi meneladani. Itulah pencerahan sejati: ketika kinerja birokrasi berubah menjadi inspirasi moral.

Birokrasi yang Bertauhid

Transparansi, akuntabilitas, dan inklusivitas bukan jargon teknis. Ia adalah perwujudan tauhid sosial: kesadaran bahwa kerja kita diawasi Allah, bukan hanya diaudit manusia. Publikasi kinerja bukan sekadar laporan, tetapi zikir dalam bentuk data.
Dan bahasa isyarat bukan sekadar alat komunikasi, tetapi doa dalam gerak tangan.

Kemenag Sumsel ingin menegaskan: kita tidak sedang membangun citra, tapi membangun kepercayaan.
Kita tidak sedang memperindah birokrasi, tapi memuliakan manusia.

Karena pada akhirnya, publikasi yang paling bermakna bukanlah yang viral di media, tetapi yang menggetarkan nurani — membuat masyarakat yakin bahwa negara masih punya hati.

Dan di situlah, sesungguhnya, letak kerja kita: Menjadikan birokrasi bukan hanya administrasi, tapi amanah yang bercerita tentang cinta.

Palembang, 25 September 2025

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here